Friday, April 29, 2022

Perluasan habitat badak jawa bercula satu, Solusi untuk mengatasi penurunan populasi badak Jawa


 Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) sebagai kelompok species krisis ("critically endangered") berdasar IUCN's Red Data Daftar of Threatened Species, sekarang kehadirannya di dunia cuma berada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Saudaranya yang dahulu pernah sisa di Vietnam sudah dipastikan musnah semenjak tahun 2010. Banyaknya di TNUK sekarang ini cuma 67 ekor (Press Release Balai TNUK 2016). Penebarannya di teritori TNUK terpusat di area Semenanjung Ujung Kulon. Populasi yang relatif kecil (kurang dari 100 pribadi) yang terpusat pada satu teritori yang terisolir memiliki kandungan derajat keterancaman musnah yang tinggi baik sebagai karena musibah alam, peralihan habitat, atau karakter intrinsic biologis/genetiknya sendiri. Semenanjung Ujung Kulon sebagai sisi paling ujung dari sisi Barat Pulau Jawa , yang tempatnya ada di Selat Sunda bersisihan dengan Gunung Krakatau, sesar Indo-Australia, sesar Semangka dan sesar Selat Sunda sendiri

Karena banyaknya yang terbatas dan ada di lokasi yang tempatnya bersisihan dengan factor teror stokastic alami seperti letusan Gunung Anak Krakatau dan biologis seperti teror inbreeding, beberapa pakar dan praktisi pelestarian mencemaskan kelestarian Badak Jawa di periode mendatang.

MERESPON PASCA TSUNAMI SELAT SUNDA 2018


Solusi untuk mengatasi penurunan populasi badak Jawa

Pada Sabtu 22 Desember 2018, sekitaran jam 21.30 WIB terjadi Tsunami di Selat Sunda sebagai imbas dari longsornya lereng Gn. Anak Krakatau selebar 64 Ha (Sumber: BMKG). Material longsoran lereng Anak Krakatau yang volumenya diestimasi sekitaran 150-180 juta mtr. kubik (Sumber : PVMBG) itu memunculkan gelombang tsunami yang sanggup memporak-porandakan rumah dan bangunan lain dan memunculkan korban jiwa di sejumlah titik di pantai Selat Sunda di lima Kabupaten, yakni Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang (di Provinsi Banten), Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Pesawaran (di Provinsi Lampung).

Gelombang tsunami itu sapu beberapa teritori Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di Kabupaten Pandeglang. 2 orang petugas taman nasional yang bekerja di Citelang jadi korban wafat terikut arus. Disamping itu, beberapa bangunan kantor dan kapal punya TNUK remuk ditembus tsunami.

Tsunami ini kali tidak berpengaruh pada badak jawa dan komunitasnya, baik yang di Semenanjung atau yang di JRSCA. Teritori TNUK yang terimbas oleh tsunami ini kali ialah kerusakan bentangan vegetasi sampai 100 mtr. dari bibir pantai di Citelang, Zamang, dan Tanjung Alang-alang yang berada di ujung Utara samping Barat dari Semenanjung. Tidak ada data badak jawa yang terimbas, kemungkinan saat peristiwa tidak ada badak yang ada di beberapa tempat itu (Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Dr. Ir. U. Mamat Karunia). Jadi sangkaan apa badak jawa secara instinktif telah lebih dulu tangkap "sinyal-sinyal" akan berlangsungnya musibah, hingga lari menjauhi dari atau menghindari dari wilayah yang kemungkinan terimbas.

Meski begitu, kejadian ini jadi bukti dan tingkatkan kekuatiran berlangsungnya musibah akibatnya karena aktivitas Gn. Anak Krakatau dapat terjadi. Jika robohan dinding Gn Anak Krakatau semakin besar hingga memunculkan tsunami yang semakin besar, karena itu imbas pada teritori Semenanjung TNUK bukan tidak mungkin semakin lebih besar dan bisa berkenaan badak jawa yang berada di dalamnya. Maka dari itu tanggapan yang pas dan relatif singkat dibutuhkan untuk sedini kemungkinan amankan badak jawa dari teror musibah GN. Anak Krakatau.

Tanggapan itu sudah awalnya diperhitungkan berbentuk usaha pemercepatan masuknya semakin banyak badak dari Semenanjung ke area JRSCA dengan membuat koridor Cibanowoh - Karangranjang dan usaha tambahan yang penting selekasnya dikerjakan dengan peluasan area JRSCA ke Gunung Honje. Ingat sampai sekarang ini belum disetujui lokasi mana di luar teritori TNUK yang bisa dijadikan habitat ke-2 , karena itu minimal populasi badak di Semenanjung bisa "dievakuasi" ke area JRSCA.

Penentuan JRSCA


Solusi untuk mengatasi penurunan populasi badak Jawa

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [sebelumnya Kementerian Kehutanan] berdasar Taktik dan Gagasan Tindakan Pelestarian Badak Indonesia, Ketentuan Menhut No 43/2007, sudah memutuskan daerah selebar 5.100 hektar yang relatif aman dari teror musibah Gn. Krakatau, untuk pelajari habitat, sikap dan biologi-reproduksi badak jawa, yang diatur secara intens dan terkonsep sebagai peluasan habitat untuk tingkatkan komunitasnya dan menyiapkan beberapa individu dipilih untuk nanti ditranslokasikan ke area lain di luar teritori TNUK.

Area yang geografis ada di luar Semenanjung Ujung Kulon ini, dipisah Tanah Darurat Laban - Karang Tempat tidur, sebagai lokasi yang diberi nama Javan Rhino Studi and Conservation Tempat (JRSCA) dengan aktivitasnya sudah diawali semenjak Tahun 2010.

Dengan pembimbingan habitat intens dibarengi pembukaan koridor dari Semenanjung Ujung Kulon, diharap beberapa individu badak bergerak masuk ke area JRSCA. Beberapa individu itu, [bersama beberapa individu asli di JRSCA], nanti bisa menjadi sub-populasi badak jawa yang diatur dengan tehnik perkembangbiakan berkaitan [tepat]. Proses ini sudah pasti tidak dapat berjalan cepat, perlu waktu.

Hasil pengawasan memperlihatkan, pribadi badak yang tinggal di area JRSCA sesudah dilaksanakan pengaturan langkap semenjak 2012, banyaknya tiga pribadi. Semua jantan.

JRSCA SEBAGAI STEPPING STONE



Aktivitas pembimbingan habitat yang sejauh ini dilaksanakan berbentuk pengaturan langkap dan limitasi kegiatan manusia dan masuknya ternak kerbau sudah memberi imbas positif berbentuk hadirnya dan pendayagunaan habitat oleh badak. Dari data dari ukuran tapak jejak yang didapatkan, ditegaskan sampai sekarang ini ada 3 ekor badak yang tinggal di area JRSCA.

Dengan tsunami yang relatif "kecil" di area ini badak tidak terimbas. Hal ini memperkuat bukti jika JRSCA bisa digunakan sebagai batu loncatan (stepping stone) saat sebelum badak-badak benar-benar bisa ditranslokasikan ke habitat lain di luar TNUK. Untuk tingkatkan daya tampung area JRSCA pada badak-badak dari Semenanjung, penting ada usaha peluasan ke Gn. Honje yang bersejarah sebagai area tebaran badak. Karena itu dibutuhkan peningkatan koridor yang menyambungkan blok-blok dalam area jrsca yang sempat ditempati badak diantaranya yakni : Bangkonol, Cimahi, Tamanjaya Riang, Cimenteng, sampai Cibiuk dengan koridor Cibandawoh-Karangranjang. Pembikinan koridor diartikan selainnya berungsi menyalurkan badak ke area yang bertambah luas dapat berperan dekatkan dan tingkatkan kepedulian penggarap teritori (illegal) pada keutamaan melestarikan badak jawa.

Bukti lapangan ini sekalian memperlihatkan, JRSCA sebagai lokasi yang pas sebagai habitat ke-2 badak jawa. Pertama, tersedianya macam tumbuhan pakan yang capai 200 tipe. Ada mara, balanding, sulangkar, bisoro, kijahe, kitanjung, simpeureun, tepus dan laban kapas [beberapa tipe dicatat bernama lokal].

Ke-2 , di area JRSCA ada delapan sungai khusus yaitu; Cilintang [sepanjang 8.000 m], Kalejetan [11.300 m], Aer Mokla [4.000 m], Cihujan [5.400 m], Cikarang [4.000 m], Cipunaga [2.000 m], Ciperepet [2.000 m], dan Selokan Duyung [500 m]. , ada delapan mata air: Solokan Duyung, Seuseupan, Cihujan, Rorah Salman, Cekekan Cilintang, Leuwi Bedog, Bangkonol, dan Genangan Santa.

Ke-3 , ada tujuh genangan aktif. Genangan Pangorok, Seuseupan, Alor Jangkardi, Kalejetan Besar, Aer Mokla, Bangkonol, dan Santa.

Ke-4, faktor-faktor lain, seperti sumber mineral [salt lick], ada di Cibiuk, wilayah Gunung Honje yang tidak jauh dari JRSCA.

Persoalan dalam Cari Habitat Ke-2 di luar TNUK dan Saran alternative



Cari habitat ke-2 di luar TNUK di P. Jawa tidak gampang. Factor kepadatan warga dan aktivitas pembangunan yang begitu cepat sebagai limitasi yang khusus. Suaka Margasatwa Cikepuh lingkungannya serupa dengan TNUK, namun karena teritori itu sebagai area latihan militer karena itu jadi permasalahan menjadi habitat ke-2 badak jawa.

Saran alternative-nya ialah meluaskan JRSCA ke Cibiuk yang ada di Pulau Jawa dan menyiapkan beberapa teritori di Luar Jawa di Sumatera di mana Badak Jawa pernah hidup. Lokasi prospektif di Sumatera itu diantaranya TN Way Kambas, Berbak Sembilang,TN. Bukit Tiga Puluh, dan Rimba restorasi ekosistem Keinginan di Jambi.

Kejadian Tsunami Selat Sunda 2018 makin menyadarkan kita jika perpindahan beberapa populasi Badak Jawa kehabitat lain di luar TNUK penting untuk dilaksanakan. Seperti peribahasa Inggris menjelaskan : " Don't put all your eggs in one basket ". Maknanya kita tidak boleh mengkonsenterasikan sumber daya , terhitung Badak Jawa, pada sebuah tempat. Jika itu kita kerjakan, karena itu jika terjadi musibah di tempat itu, karena itu habislah semua sumber daya itu, tidak ada cadangan kembali.

Tetapi, ingat sampai sekarang ini tidak ada keputusan pemerintahan daerah mana yang hendak jadi habitat ke-2 , peluasan dan kenaikan opsi [daya tarik] area JRSCA untuk badak jawa untuk tiba dan tinggal perlu dikerjakan selekasnya.

Pemercepatan "penyelamatan" beberapa populasi badak jawa di Semenanjung Ujung Kulon ke area ini pantas diperhitungkan. Maksudnya, menahan berlangsungnya beberapa hal yang tidak diharapkan yang memberikan ancaman kehidupan badak jawa, khususnya kemusnahannya. Seperti pukulan tsunami.

0 comments:

Post a Comment