Harimau jawa (Panthera tigris sondaica) ialah subspesies harimau yang hidup terbatas (epidemik) di Pulau Jawa. Harimau ini sudah dipastikan musnah disekitaran tahun 1980-an, karena pemburuan dan perubahan tempat pertanian yang kurangi komunitas binatang ini secara mencolok.
Di akhir Agustus lalu, kemunculan kucing besar yang diperhitungkan Harimau Jawa kelihatan di Padang Penggembalaan Cidaun, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Hewan yang dipastikan musnah di tahun 1980-an itu ketangkap camera sedang melahap satu ekor banteng dan berakhir pergi tinggalkan padang.
Kemunculan hewan buas yang diperhitungkan Harimau Jawa itu menggerkan warga. Pasalnya telah 37 tahun hewan itu sah dipastikan musnah. Musnahnya Harimau Jawa disebabkan karena penggundulan rimba dan pemburuan liar yang terjadi sekitaran tahun 1960-an.
5 Fakta mengenai Harimau Jawa
Harimau Jawa sudah dipastikan musnah oleh kewenangan berkuasa di tahun 1980-an dan IUCN (International Union for Conservation of Nature) juga telah memperlihatkan status musnah (extinct) untuk si loreng tanah Jawa ini.
Adat Rampogan Macan di periode lalu, pemburuan dan pembukaan tempat rimba untuk pertanian dan permukiman yang mengakibatkan penyempitan komunitas Harimau Jawa, dipercaya jadi faktor-faktor yang mengakibatkan musnahnya Harimau Jawa.
Berikut 5 bukti berkenaan Harimau Jawa yang sudah dipastikan musnah sekarang ini.
1. Harimau Jawa, satwa epidemik tanah Jawa yang sudah dipastikan musnah
Harimau loreng Jawa yang memiliki nama latin Panthera tigris sondaica sebagai salah satunya satwa epidemik Tanah Jawa yang sempat hidup menyebar dan jadi predator pucuk rantai makanan di hutan-hutan belantara tanah Jawa.
Sebagai info, Indonesia mempunyai tiga subspesies Harimau, yakni: Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), dan Harimau Bali (Panthera tigris balica), dari ke-3 subspesies itu cuma Harimau Sumatera yang exist dan jadi satwa sangat jarang dan diproteksi di Indonesia. Harimau Jawa dan Harimau Bali sudah dipastikan musnah, maknanya tidak ada kembali di alam atau di penangkaran.
Tetapi sebagai catatan pendahuluan, untuk Harimau Jawa, claim mengenai kemusnahan ini masih jadi pembicaraan di sejumlah kelompok periset karena masih ditemukan beberapa tapak jejak dan laporan pertemuan dari warga pemanen hasil rimba sampai sekarang ini.
2. Komunitas Harimau Jawa ialah Pulau Jawa
Sebagai satwa Epidemik Tanah Jawa, saat hidupnya komunitas Harimau Jawa menyebar di semua Pulau Jawa. Pada sekarang ini, kemungkinan banyak yang berasumsi, saat hidupnya Harimau Jawa cuma ada di hutan-hutan Jawa tengah sampai Jawa Timur saja.
Ini dapat dimengerti karena riset dan penilaian kelanjutan cuma diprioritaskan di Taman Nasional Meru Betiri - Jawa Timur yang dipandang seperti komunitas paling akhir Harimau Jawa.
Mencuplik dari situs pedulikarnivorjawa.org yang dipimpin dengan seorang periset Harimau Jawa Didik Raharyono,S. Sang , Taman Nasional Meru Betiri dipandang seperti komunitas paling akhir Harimau Jawa karena didasari pertimbangan jika Meru Betiri mempunyai komunitas bagus untuk Harimau Jawa.
Keadaan itu disokong dengan penemuan tapak jejak yang diperhitungkan punya Harimau Jawa oleh Seidensticker tahun 1974 dan hasil risetnya waktu itu menyangka masih tetap ada sekitaran 3-4 ekor Harimau Jawa di Taman Nasional itu.
Dari gambar peta tebaran distribusi Harimau Jawa (sumber gambar: wikimedia commons: Distribution of Panthera tigris sondaica in 1940 and 1970. Based on Seidensticker, John. "Large Carnivores and the Consequences of Komunitas Inzularization: Ecology and Conservation of Tigers in Indonesia and Bangladesh", p. 22.) kelihatan jika tebaran Harimau Jawa ada dari ujung barat sampai ujung timur pulau Jawa.
Di dalam website Perduli Karnivor Jawa juga ada pertanyaan kenapa di tahun 1974 yang ditelaah cuma di daerah Taman Nasional Meru Betiri saja? Dan di tahun 1974 hutan-hutan disekelilingnya seperti teritori Gunung Argopuro, Gunung Raung, Gunung Panataran, Gunung Rante, Gunung Ijen, Alas Purwo tidak dilaksanakan pengawasan Harimau Jawa.
Belum juga di beberapa tempat yang lebih jauh dari Taman Nasional Meru Betiri seperti rimba di Gunung Wilis, Gunung Arjuno, Gunung Ciremai, Taman Nasional Ujung Kulon dipandang jadi lokasi yang bagus untuk Harimau Jawa di tahun 1974.
Riset yang cuma sectoral dan tidak lengkap itu membuat beberapa periset sangsi atas vonis musnah Harimau Jawa. Mereka masih yakini ada pribadi yang sisa dari loreng Jawa sampai sekarang ini di pedalaman rimba belantara tanah Jawa yang walau terbatas tetapi tetap dipandang lumayan mampu menjadi komunitas dan memberikan dukungan kehidupan Harimau Jawa.
3. Adat Rampogan Macan di periode lalu ikut mengakibatkan musnahnya Harimau Jawa
Catatan Riwayat bercerita ada sebuah adat beberapa pembesar Kerajaan Jawa di periode lalu yang namanya Rampogan Macan, sebuah perlihatkan beradu Harimau yang ikut mengakibatkan menyusutnya dengan cepat komunitas Harimau Jawa.
Seperti perlihatkan fantastis di tempat Gladiator Kolosseum Roma di periode lalu, Rampogan macan memakai hewan buas seperti Harimau, Macan Tutul, dan Macan Kumbang untuk diadu dengan binatang lain seperti kerbau atau mungkin dengan manusia yang bersenjatakan tombak. Pada akhirannya Harimau atau Macan Tutul mau dibunuh secara ramai-ramai dengan beberapa puluh tombak yang dihujamkan ke badannya.
Dalam artikel kreasi Danu Damarjati dengan judul "Rampogan Sima, adat menghajar macan di Tanah Jawa", Rampogan Sima sebagai atraksi yang mengikutsertakan warga banyak dan atraksi ini telah ada semenjak jaman dahulu. Beberapa menyebutkan jika adat ini sudah ada semenjak jaman Singasari. Tetapi beberapa kembali menyebutkan perlihatkan itu baru ada semenjak era ke-17 di Jawa.
Selanjutnya, dalam buku "Bakda Mawi Rampog" Kreasi R. Kartawibawa seperti yang diambil oleh artikel itu, Kartawibawa memakai istilah "sima" atau macan loreng untuk mengarah pada kucing besar ini atau menambah info untuk tipe macan lainnya.
Istilah ngrampog sima seperti dikatakan oleh R. Kartawibawa memiliki makna ramai-ramai rebutan membunuh Harimau atau kucing besar yang lain dengan tombak. Atraksi ini ada di daerah Kasunanan Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta dan teritori Jawa Timur. Perlihatkan itu umumnya dilaksanakan bersamaan dengan hari besar.
Dari photo yang memvisualisasikan acara Rampogan Macan itu kelihatan jika atraksi dilaksanakan dalam suatu alun-alun besar. Beberapa pria melingkari alun-alun itu sekalian menggenggam tombak panjang, sesudah harimau dikeluarkan dari kandangnya, harimau akan dipaksakan untuk terjang barikade beberapa orang yang bawa tombak itu.
Saat tersebut tombak-tombak akan dihujamkan ke badan satwa legendaris tanah Jawa itu. Ada juga sesion yang mengadu harimau dengan kerbau, apa saja hasil pertempuran itu harimau ditegaskan mau dibunuh ramai-ramai.
Adat Rampogan Macan sudah mengakibatkan pemburuan kucing-kucing besar Tanah Jawa misalnya: Harimau loreng, macan tutul dan macan kumbang untuk dipertaruhkan pada acara itu. Terutamanya Harimau Jawa komunitasnya langsung berkurang secara mencolok karena pemburuan untuk dipakai pada acara Rampogan Macan itu.
Harimau Jawa jadi sangat jarang sampai tidak kelihatan kembali sekarang ini. Tinggal satu kucing besar Tanah Jawa yang bertahan sampai sekarang ini yakni Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang telah dipastikan sebagai satwa sangat jarang dan diproteksi sekarang ini.
4. Masuknya senjata api zaman Kolonialisme mengakibatkan pemburuan Harimau Jawa makin kerap
Selainnya Rampogan Macan yang mengakibatkan berkurangnya komunitas Harimau Jawa secara cepat, masuknya senjata api zaman kolonialisme Belanda memberi peran besar pada kemusnahan spesies itu. Begitu kata periset mamalia di Pusat Riset Biologi LIPI, Profesor Gono Semiadi.
Sudah diketahui dalam catatan riwayat, Belanda pernah mengaplikasikan peraturan tanam paksakan pada era ke-19. Pembukaan rimba untuk pertanian dan perladangan makin mempersempit komunitas Harimau Jawa dan karena itu tidak jarang ada perselisihan dengan manusia.
Dengan senjata api, pemburuan pada Harimau Jawa yang dipandang mengusik manusia jadi lebih efektif hingga mengakibatkan komunitasnya waktu itu jadi makin berkurang dan sangat jarang berlainan dengan beberapa dekade awalnya yang ada banyak diketemukan di hutan-hutan Tanah Jawa.
Sebagai info tambahan, ada catatan dari arsip kuno berkenaan masih jumlahnya Harimau di hutan-hutan sekitaran Batavia pada era ke-17 seperti ditulis dalam buku "Beberapa tempat monumental di Jakarta" kreasi A. Heuken, S.j. (1997: 198-199):
Pada era ke-17 binatang buas seperti macan dan badak ada banyak berkeliaran dalam hutan-hutan disekitaran Batavia.
Di tahun 1659, empat belas orang penebang kayu dekat Kota, dimakan macan sama seperti sejumlah budak yang bekerja di wilayah Ancol.
Dalam laporan ke Kali Bekasi di tahun 1662, yang dipegang A. Herport, seorang Swiss dirinci jika "Seorang Jawa yang berjaga-jaga ditangkap satu ekor Harimau. Saat malam itu masih tetap kelihatan Harimau-Harimau lain karena mata mereka berpijar. Di hari ke-3 kami kembali lagi ke Sungai dan selama seharian ke arah hilir, di sejauh ke-2 pinggiran kami menyaksikan banyak Harimau dan Badak.
5. Walau sudah dipastikan musnah, pribadi Harimau Jawa dipercaya masih sisa
Salah satunya hal menarik dalam ulasan Harimau Jawa ialah kepercayaan beberapa periset dan beberapa orang jika Harimau Jawa belum seutuhnya musnah dan mereka masih yakini masih tetap ada pribadi Harimau Jawa yang sisa di pedalaman hutan-hutan Tanah Jawa. Opini mereka sudah pasti disokong oleh bukti-bukti yang kuat.
Jejak-jejak di pedalaman rimba Tanah Jawa dengan karakter yang ke arah figur Harimau Jawa dan laporan pertemuan beberapa pemanen hasil rimba dengan figur Harimau loreng masih disampaikan sampai ini hari, walau harus diverifikasi secara dalam.
Jika kita perhatikan nyaris tiap tahun ada kabar berita berkenaan munculnya Harimau Jawa walau salah satunya sesudah diverifikasi rupanya ialah macan tutul. Sebagai contoh di tahun 2017 , kita sempat digemparkan kabar berita di mass media berkenaan kemunculan kucing besar di Taman Nasional Ujung Kulon yang sukses didokumentasikan dengan camera.
Sebelumnya dipercaya jika figur kucing besar yang terekam itu ialah Harimau Jawa tetapi sesudah ditelaah secara dalam oleh team pakar diambil kesimpulan jika figur yang terekam ialah Macan Tutul Jawa dan bukan Harimau loreng.
Baru saja ini ada juga kabar berita di mass media, berkenaan info jika masyarakat Pacitan sempat menyaksikan Harimau loreng tetapi itu perlu diverifikasi secara dalam karena menurut beberapa pakar dari terlalu jauh juga Macan Tutul dapat terlihat seperti harimau loreng apa lagi jika menyaksikannya pada pagi buta dengan keadaan kurang sinar.
Ada photo figur harimau loreng dari tahun 2018. Menurut info, photo itu diambil di lokasi yang dirahasiakan di teritori Rimba jati seputaran Jawa Timur. Tetapi, sudah pasti photo itu harus diverifikasi secara dalam oleh team pakar. Photo itu bisa diketemukan dalam artikel dengan judul "Mencari Tapak jejak Harimau Jawa" kreasi Titik Kartitiani.
Untuk mengatakan keberadaan Harimau Jawa terang diperlukan bukti dari camera trap yang merekam figurnya, selanjutnya analisis DNA untuk pastikan ternyata benar itu ialah Harimau Jawa. Sepanjang tidak ada bukti figur yang terekam oleh camera trap atau dokumentasi yang lain, rasanya masih susah untuk memutus claim musnah yang sudah dikeluarkan oleh kewenangan yang berkuasa. Walau secara individu saya respek dengan beberapa usaha yang sudah dilakukan oleh beberapa periset untuk menunjukkan keberadaan Harimau Jawa sekarang ini.
Jadi apa Harimau Jawa itu masih tetap ada atau telah betul-betul lenyap di muka bumi ini pada harinya waktulah yang hendak menjawab dengan bukti-bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Hal paling penting dari semuanya ialah evaluasi untuk kita semuanya tentang keutamaan pelestarian alam yang juga bermanfaat untuk kehidupan manusia di periode mendatang. Jadi tanggung-jawab kepribadian bersama untuk jaga flora dan fauna yang masih tetap ada dari kemusnahan.
Perbedaan Harimau Jawa dan Sumatera, Ketahui Ciri- Cirinya
Alam Indonesia memang jadi komunitas-habitat untuk satwa liar epidemik, tidak kecuali dengan harimau Sumatera dan Jawa. Menurut riwayat, Indonesia mempunyai tiga tipe harimau: harimau Sumatera, harimau Bali, dan harimau Jawa. Pada 1940, harimau Bali musnah. Diikuti harimau Jawa pada 1980-an. Sekarang ini terdaftar harimau Sumatera masih hidup di semua lanscape rimba di Sumatera
Warga di Sumatera menyebutkan harimau bernama rimueng, rimau, imau, datuk, inyak, ompung, dan ampang limo. Berlainan penyebutan oleh warga di Jawa yang mengatakan dengan simbah, kyai, loreng, gembong, maung, dan lodhaya. Tidak seluruhnya orang mengenali harimau. Kadang warga umum masih menyamai harimau dengan tipe kucing-kucingan lain, seperti tipe macan.
arimau Jawa atau yang mempunyai istilah latin Panthera Tigris Sondaica sebagai subspesies harimau yang hidup terbatas atau epidemik yang berada di pulau Jawa. Sampai sekarang ini, harimau Jawa masih dipastikan sudah musnah sekitaran tahun 1980-an karena pemburuan dan perubahan tempat pertanian yang kurangi komunitas dari binatang ini secara mencolok.
Untuk ketahui dengan detail, berikut kami sudah kumpulkan ketidaksamaan harimau Jawa dan Sumatera:
Ciri-Ciri Harimau Jawa
Jika dibanding dengan beberapa jenis harimau di Benua Asia, harimau jawa terhitung memiliki tubuh kecil. Tetapi, harimau ini memiliki ukuran badan yang semakin besar dibanding harimau Bali dan lebih kurang sama besar dengan harimau Sumatera. Dikutip dari Liputan6.com, harimau Jawa jantan memiliki berat 100-140 kg, sementara yang betina memiliki bobot lebih enteng, di antara 75-115 kg. Panjang kepala dan badan hewan jantan sekitaran 200-245 cm, hewan betina sedikit kecil.
Harimau Jawa sudah terdaftar sebagai penghuni hutan-hutan daratan rendah, dan kemungkinan juga berkeliaran sampai ke kebun-kebun wanatani disekitaran pedesaan, karena pernah pada periodenya hewan ini dipandang seperti hama hingga banyak dicari atau diracun orang. Daerah jelajahinya tidak melewati ketinggian 1.200 mdpl.
Harimau Jawa
Secara tradisionil, harimau Jawa sudah ditaruh sebagai salah satunya dari 9 anak tipe Panthera Tigris, yaitu P.t. Sondaica. Namun pengkajian belakangan ini pada beberapa ciri-ciri pada tengkorak harimau jawa, dibanding dengan beberapa famili paling dekatnya, mengaitkan jika dia sebagai spesies yang tersendiri; bernama ilmiah Panthera sondaica.
Selain itu, pengkajian memiliki pendapat jika harimau Sumatera juga sebagai spesies penuh, P. sumatrae; sementara harimau Bali ialah anak tipe harimau Jawa bernama trinomial P. sondaica balica.
Liputan6.com menyebutkan, epitet detil sondaica mengarah pada beberapa pulau Sunda Besar, yakni Sumatra, Jawa dan Bali di mana diketemukan harimau. Saat nama itu ditelurkan (1844), belumlah diketahui jika taksa dari Sumatra dan Bali berlainan sama yang dari Jawa.
Di tahun 2017, Unit Pekerjaan Kategorisasi Kucing dari Cat Spesialis Grup mengoreksi taksonomi kucing hingga komunitas harimau yang hidup dan musnah di Indonesia (harimau Sumatera, Jawa, dan Bali) dikelompokkan sebagai P. t. Sondaica.
Ciri-Ciri Harimau Sumatera
Ketidaksamaan harimau Jawa dan Sumatera segera dapat disaksikan dari beberapa ciri harimau Sumatera yang mempunyai panjang badan lebih kurang 240 cm dengan tinggi 60 cm dan berat sekitaran 120 kg, dan harimau betina mempunyai panjang badan lebih kurang 220 cm. dengan tinggi 60 cm. dan berat badan 90 kg.
Umumnya harimau Sumatera akan mempunyai warna menguasai bulu-bulu yang warna oranye dengan corak garis hitam. Garis-garis hitam ini yang disebutkan loreng dan bermanfaat untuk membandingkan pribadi. Disamping itu, bulu-bulu berperan untuk penyaruan, kehangatan, dan pelindung diri.
Harimau terhitung tipe hewan yang cari makan saat pagi dan senja. Rusa, babi rimba, dan muncak adalah makanannya. Di saat cari makan, harimau akan mengincar, terendap, melonjak lalu menangkap dan mematikan mangsanya dengan kaki pendek tetapi kuat. Kemampuan intinya ialah tenaga, bukan daya lari jauh dalam waktu yang lama.
Mata harimau akan berpendar saat gelap, kumis pada bagian mulut dipakai saat serang mangsa dan navigasi dalam gelap, telapak tangan yang tebal dan lebar membuat harimau bisa jalan senyap. Lima sensor yang menyebar di badan harimau yang bisa mengetahui kondisi sekitar.
Harimau Sumatera
Dalam sekali makan, harimau bisa habiskan sampai 18 kg daging . Maka, pada sebuah minggu harimau memerlukan seekor mangsa besar seperti rusa atau babi rimba. Bila dikalkulasikan, pada sebuah tahun harimau sumatra memerlukan sekitaran 50 ekor mangsa.
Tiap pribadi harimau memiliki batasan daerah jelajahi. Tempat jelajahi satu ekor harimau Sumatera bervariatif bergantung pada tipe kelamin, musim, lokasi, dan kepadatan satwa mangsanya. Jika kepadatan satwa mangsa tinggi, daerah jelajahi harimau condong sempit. Luas jelajahi yang terkuasai harimau jantan selebar dapat capai 280 km persegi, dan harimau betina kuasai tempat sepertiganya dari luasan jantan.
Wilayah jelajahi penjantan dewasa umumnya bergesekan dengan wilayah jelajahi beberapa betina. Untuk mengidentifikasi daerah jelajahinya, harimau menyemprot urine dan menggaruk tanah dan tangkai pohon.
Harimau betina bisa melahirkan di antara 2-3 ekor anak sesudah lewat periode kehamilan sepanjang 3,lima bulan dan akan memperbesar anaknya sepanjang lebih kurang 2 tahun. Kadang saat memperbesar anak, induk betina dekat sama pemukiman untuk cari lokasi yang aman untuk anaknya.
Sebagai predator yang menempati pucuk rantai makanan, kemusnahan harimau sumatra akan menyebabkan ketidak imbangan ekosistem sekelilingnya. Jumlah mangsa akan bertambah dan jadi hama untuk warga yang tinggal dekat rimba.
Sekarang ini, harimau Sumatera sudah dipastikan dalam tipe hampir musnah atau critical endangered karena banyaknya yang makin turun oleh daftar merah IUCN.
Harimau sumatera masuk ke kelompok diproteksi menurut UU No 5 Tahun 1990 karena teror yang berbentuk pemburuan liar dan perdagangan ilegal, perselisihan dengan manusia, deforestasi, dan pembangunan jalan dan infrastruktur yang menggunting komunitas harimau sumatera.
0 comments:
Post a Comment