Sunday, April 24, 2022

Babi hutan kalimantan, Babi berjanggut Sus barbatus


 Satwa penghuni rimba di Kalimantan tidak hanya orang utan atau bekantan tapi ada juga babi berjanggut  dengan nama latin [Sus barbatus]. 3 tipe satwa itu lebih sering ada dalam kabar berita-biasanya berkaitan perselisihan pembukaan tempat untuk perkebunan atau deforestasi, sebagai korban.

Babi berjanggut ialah hewan yang paling simbolik untuk pulau itu. Babi rimba ini dinamakan babi berjanggut karena dia mempunyai bulu-bulu yang meliuk ke atas dan di depan, tutupi pipinya dan rahang bawahnya. Ada dua subspesies: S. barbatus oi cuma berada di Sumatra, dan S. barbatus barbatus hidup di Semenanjung Malaya dan Kalimantan.

Babi berjanggut ialah pelacak yang tidak mengenal capek. Dia menelusuri sendirian dan dalam barisan besar. Dia kerap lakukan perjalanan beberapa ratus km untuk cari makanan yang dicintainya. Karena itu, babi berjanggut mainkan peranan penting sebagai tukang kebun rimba Kalimantan.

Disebutkan babi berjanggut karena tipe ini mempunyai bulu-bulu [rambut] meliuk seperti janggut, tutupi pipi dan rahang bawahnya.

Berdasar riset Matthew S Luskin [The University of Queesland, Australia] dan Alison Ke [The University of California] dengan judul "Bearded Pig Sus barbatus [Müller, 1838]" pada Januari 2017 dijumpai ada dua subspesies babi berjanggut di Indonesia.

Sus barbatus barbatus ada di Pulau Kalimantan terhitung sisi Brunei dan Malaysia, dan Sus barbatus oi di Sumatera mulai Bangka, Kepulauan Riau dan Sumatera sisi Selatan.

"Ke-2 subspesies diperbedakan berdasar bentangnya: S. barbatus oi datang dari Sumatera dan S. barbatus barbatus sebagai epidemik Semenanjung Malaysia dan Kalimantan, dan beberapa pulau dekat pantai Kalimantan sampai Pulau Sibutu," catat Matthew S Luskin dan Alison Ke.

Secara bersejarah, babi berjanggut diketemukan di beberapa pulau dekat pantai di semua daerah. Analitis filogenetik dan morfologi memperlihatkan, pembelahan genetik yang berarti masih tetap ada tapi tidak komplet di antara dua subspesies itu.

"Batasan capaian distribusi ke-2 subspesies, misalkan babi berjanggut di Bangka dan Palang Bintang di Kepulauan Riau, tidak terang terhitung dalam salah satunya subspesies yang mana."

Ini, menurut ke-2 periset itu, tidaklah heran ingat pembelahan beberapa pulau dahulu [sekitar 10.000 tahun semenjak masa glasial terakhir] babi berjanggut dapat berenang jarak jauh, terhitung di laut terbuka.

"Peluang , babi berjanggut secara periodik melewati Selat Malaka yang pisahkan Semenanjung Malaysia dan Singapura dari Sumatera [lebih kurang sepanjang 50 km], hingga batasi diferensiasi komunitas Sumatera dan kehadirannya yang hybrid di Kepulauan Riau," catat mereka.

Tetapi, lanjut mereka, lenyapnya rimba secara luas di daerah pesisir timur laut Sumatera dan barat daya Semenanjung Malaysia saat ini, secara berarti kurangi peluang penyeberangan itu.

Matthew S Luskin dan Alison Ke mengutarakan perasaan ingin tahunya kenapa S. barbatus oi benar-benar tidak berada di rimba luas di Gunung Leuser dan Ulu Masen. Babi berjanggut ini tak pernah diabadikan di utara Kota Pinang [sepanjang tepian utara Propinsi Riau].

Badan besar



Babi berjanggut ini, diambil dari Greeners, bertubuh besar. Berat umumnya sekitaran 120 sampai 200 kg. Panjang badan jantan di antara 137 sampai 152 cm, sementara betina lebih kecil, sekitaran 122 sampai 148 cm.

Warna kulitnya, saat muda, terlihat kehitaman. Warna ini akan semakin sirna bersamaan pertambahan umur, sampai nanti warna itu terlihat kombinasi warna abu-abu, kuning atau putih.

Janggutnya akan tumbuh lebih panjang bersamaan pertambahan umur, dan pada jantan terlihta lebih lebat.

Komunitasnya menempati rimba hujan tropis dari semua ketinggian dan type rimba, dan secara mudah bertahan di dalam rimba yang hancur atau ditebang. Hidupnya beralih, terus bergerak tanpa capek, ikuti musim buah. Hewan ini makan beberapa bijian, umbi-umbian, dan satwa kecil yang hidup di tanah seperti ulat/cacing dan serangga. Babi berjanggut dijumpai cari makan di wilayah pertanian.

Keutamaan rimba



Warga Kalimantan, khususnya warga Dayak Merap dan Punan, secara tradisionil masih mengincar babi rimba, terhitung Sus barbatus yang masuk kebun. Tetapi, mereka tidak memburu untuk membabat, tapi tangkap yang masuk daerah pertanian mereka saja.

Dalam Jurnal Management Rimba Tropika Vol. X No. 2:1-13 [2004], dengan judul "Pemahaman Warga Dayak Merap dan Punan mengenai Keutamaan Rimba di Lansekap Rimba Tropis, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur" yang dicatat Nining Liswanti dan mitra diterangkan jika warga itu selalu menyambungkan rimba dengan kesetimbangan alam, dan keyakinan religius. Rimba untuk mereka, selainnya sediakan sumber daya dan tempat untuk berkebun, sebagai tempat keramat untuk sembunyi dari bahaya.

"Warga lokal sudah berusaha lakukan pelindungan rimba, yakni lewat ketentuan tradisi yang larang untuk berkebun atau bersumber daya dasar pada tempat tertentu supaya rimba bisa dipakai kelarinambungan," catat laporan itu.

Warga dayak Merap dan Punan larang mengusik satwa dan tumbuhan di rimba karena mempunyai peranan khusus. Misalkan, pohon menggris [Koompasia sp.] yang mempunyai sarang madu, burung rangkong [Buceros] dan monyet [Macaca], yang menolong menyebar benih, pohon beringin [Ficus] yang buahnya benar-benar disukai burung. Ketentuan ini telah berada di warga dari dahulu dan digerakkan sampai sekarang lewat ketentuan tradisi.

Rawan



Instansi Pelestarian Dunia IUCN, masukkan babi berjanggut dalam status Rawan [VU], yang maknanya tipe ini mengahadapi teror kemusnahan.

Status ini semenjak 2008, karena ada pengurangan komunitas terus-terusan, sampai 30 % dalam kurun waktu 21 tahun. Pemicunya ialah lenyapnya komunitas karena eksplorasi dan penghancuran rimba.

Berdasar data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selainnya babi berjanggut, Indonesia mempunyai beberapa macam babi epidemik yang lain. Ada babirusa [endemik Sulawesi], babirusa togean [Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah], babirusa buru [Pulau Buru, Mangoli, Taliabu Kepulauan Maluku], babi kutil [Pulau Bawean], dan babi sulawesi [Sulawesi, Flores, Nias dan Pulau Seram].

0 comments:

Post a Comment