Wednesday, May 4, 2022

Mengenal Si Belang, Kelinci Sumatera atau Nesolagus Netscheri, Jenis Kelinci Paling Langka Di Dunia Yang Hanya Ada Di Pulau Sumatra

 

Kelinci Sumatera

Kelinci bernama ilmiah Nesolagus netscheri, yang dikenal juga sebagai kelinci Sumatra telinga pendek atau kelinci belang Sumatra, ialah tipe kelinci liar yang cuma dapat diketemukan di hutan tropis di pegunungan Bukit Barisan dan Kerinci Seblat, Sumatra, Indonesia. N. netscheri dipercaya sebagai salah satu ras kelinci asli Indonesia.

Kelinci Sumatera atau Nesolagus Netscheri terdaftar sebagai kelinci terlangka di dunia. Hewan ini dipastikan nyaris musnah oleh International Union for Conservation of Nature.

Kelinci belang Sumatra pertama kalinya digambarkan pada 1880, diketemukan di Dataran Tinggi Padang Sumatra Barat. Karena sangat langkanya, kemunculan dari kelinci belang ini cuma terjadi beberapa barangkali, bisa dihitung dengan jemari.

Selainnya sangat langka, laporan mengenai spesies N. netscheri memperlihatkan jika komunitasnya benar-benar terbatas. Hewan epidemik pulau Sumatra ini sendiri hidup di hutan hujan pada ketinggian 600 sampai 1.600 mdpl.

Kelinci belang Sumatra punyai panjang kepala sampai badan sekitar di antara 350 sampai 400 mm. Panjang ekor sekitaran 15 mm. Warna sisi belakang badan abu-abu kekuningan, dengan garis-garis coklat menonjol, terhitung garis tengah punggung dari pundak ke bokong, skema muka, kaki, dan badan. Bokong dan ekornya warna merah ceria dan sisi bawahnya warna putih.

Ciri-ciri yang paling ciri khas dari kelinci belang Sumatra ialah telinganya yang lebih pendek dari kelinci secara umum. Mereka ialah hewan nokturnal, alias lebih aktif pada malam hari. Dia istirahat di siang hari di lubang yang dikeduk oleh hewan lain.

Sama dengan kelinci secara umum, kelinci belang Sumatra ialah herbivora, pemakan beberapa tumbuhan dan beberapa bijian. Yang harus dipahami, sedikit info yang menerangkan sangkut-paut hewan sangat jarang ini hingga status kelinci belang Sumatra cukup susah ditetapkan.

Spesies kelinci belang ditempatkan sebagai Terancam Musnah pada 1994. Statusnya beralih menjadi Benar-benar Terancam Musnah pada 1996, dan masuk kelompok Rawan pada 2008. Peralihan status yang memusingkan ini mengisyaratkan jika info mengenai ekologi spesies yang bertahan sejauh ini sedikit.

Teror paling riil yang ditemui kelinci belang Sumatra ialah lenyapnya habitat dan kemunduran dalam jumlah besar di semua pulau Sumatra. Karena mereka sebagai spesies yang tergantung pada hutan, dengan begitu pindah peranan hutan jadi tempat pertanian sebagai teror yang besar. Dari 1990 sampai 2010, Sumatra diprediksi kehilangan 7,54 juta hektar hutan primer, kurang lebih 70 % dari keseluruhan tutupan hutan di situ.

Sekarang ini, Taman Nasional Bukit Barisan dan Kerinci Seblat terus alami deforestasi. Teritori lindung di Sumatra makin terisolasi keduanya oleh lenyapnya habitat dan pembangunan, memunculkan permasalahan fragmentasi populasi bila sambungan di sejauh pegunungan Barisan lenyap.

Tidak terdapat bukti pemburuan jadi teror untuk kelinci belang Sumatra, karena peluang karena mereka susah diketemukan dan diamankan. Warga di tempat memberikan laporan daging kelinci ini punyai merasa tidak nikmat. Ini juga yang kemungkinan jadi argumen mengapa kelinci ini tidak dicari. Tetapi, mereka kemungkinan rawan terserang perangkap yang terpasang oleh warga.

Beberapa ciri dan Rutinitas

Kelinci Sumatera

Kelinci Belang Sumatera memiliki panjang ukuran badan sekitaran 40 cm dan berat sekitaran 1,5 kg. Bulu-bulu Nesolagus netscheri warna coklat kekuningan dengan garis warna hitam yang membujur sejauh badannya. Dan bulu-bulu pada bagian perutnya warna putih.

Disekitaran mata dan segi kepala pada bagian belakang mata sampai pangkal telinga warna hitam. Ciri-ciri khusus Kelinci Belang Sumatera ialah ukuran telinganya yang lebih pendek daripada ukuran telinga kelinci yang lain. Ekor kelinci asli Indonesia ini memiliki ukuran lebih pendek dengan warna bulu-bulu coklat kemerahanan.

Kelinci Sumatera sebagai binatang nokturnal yang seringkali bekerja pada malam hari. Yang unik dari satwa asli Indonesia ini ialah rutinitas sembunyi dalam lubang atau lubang sisa binatang lain bukanlah lubang yang dikeduknya sendiri.

Seperti kelinci yang lain, kelinci liar ini sebagai hewan herbivora yang menyenangi puncak daun muda dan batang tanaman yang rendah.

Belang semenjak kecil

Kelinci Sumatera

Dalam Jurnal Mammalia volume 83 [2019] dengan judul "First description of an immature Sumatran striped rabbit [Nesolagus netscheri], with special reference to the wildlife trade in South Sumatra" kreasi Arum Setiawan, Muhammad Iqbal dan mitra dijumpai warna belang kelinci sumatera telah tercipta semenjak kecil sampai hingga dewasa. Yakni, belang garis hitam atau cokelat tua dan abu-abu kekuningan. Info ini dijumpai dari penilaian kelinci belang dari Gunung Dempo, Sumatera Selatan.

Di Sumatera Selatan, teror khusus untuk N. netscheri ialah pembukaan hutan untuk pertanian, khususnya perkebunan kopi, the, dan kakao.

"Permasalahan pemburuan nampaknya tidak dicari dengan teratur, karena mungkin kelangkaan alaminya," catat laporan itu.

Belakangan ini, seperti diambil dari Kumparan, kelinci belang sumatera jadi pembicaraan publik. Semua berawal saat seorang petani akan jual kelinci sangat jarang itu lewat Facebook.

Team Fauna dan Flora International [FFI] dan staff Balai Taman Nasional Kerinci Seblat bergerak cepat, mencari penjual yang selamatkan hewan sangat jarang itu.

"Kelinci itu sukses ditolong dan dibalikkan ke TNKS," kata Wido Rizki Albert, Biodiversity Coordinator FFI-IP Kerinci Seblat ke Mongabay Indonesia, Rabu [18/8/2021].

Wido menerangkan, teror paling besar kemusnahan kelinci asli Indonesia itu datang dari rusaknya hutan sebagai habitat alami. "Pindah peranan hutan untuk perkebunan, permukiman, pasti memberikan ancaman habitat dan populasi satwa dalam hutan."

Pemerintahan Indonesia membuat perlindungan kelinci sumatera sebagai satwa diproteksi berdasar Ketentuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 mengenai Tipe Tumbuhan dan Satwa Diproteksi, tertera pada nomor 72.

Kurang catatan

Sebenarnya, catatan mengenai kelinci sumatera sedikit. Jennifer McCarthy menerangkan, dokumentasi riwayat spesies terbagi dalam sebagian kecil sampel museum yang dihimpun sepanjang 1880-1916.

Pada 1984, survey mamalia di semua daerah memvisualisasikan catatan lokal spesies dari 3 wilayah di Sumatera Selatan, tapi lawatan selanjutnya ke beberapa daerah ini tidak memberi dokumentasi mengenai spesies tersebut.

"Kemunculan pertama kali yang diabadikan ialah tahun 1972 oleh M. Borner di Taman Nasional Gunung Leuser."

Tahun 1978, J. Seidensticker membuat kemunculan yang belum diverifikasi di dekat Gunung Kerinci, tapi spesies tersebut tidak terfoto di alam liar. Sampai 1998, saat Fauna dan Flora International merekam pribadi dalam photo kamera jebak di Taman Nasional Kerinci Seblat.

Semenjak 1998, tiga kemunculan tambahan sudah disampaikan, semua dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, teritori yang menghampar di Propinsi Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.

"Pada 2007, Wildlife Conservation Society-Indonesia Program mendokumenkan spesies tersebut dalam dua photo dari kamera jebak di teritori Pulau Beringin. Pada 2008, satu pribadi dipotret dengan seorang periset dari WWF, dan pada 2009 satu pribadi kelihatan di sejauh jalan yang memotong Taman Nasional Bukit Barisan Selatan," terang penelitian itu.

Jennifer McCarthy bercerita saat dia dan teamnya lakukan riset di TNBBS tahun 2008 dan tahun 2011 memakai tujuh camera digital inframerah. Mereka mendapat keseluruhan 10 photo kelinci belang sumatera, pada dua peluang terpisah di lokasi camera dalam jarak 790 mtr..

"Awalnya, spesies tersebut diprediksi cuma ada di atas ketinggian 600 mtr., tetapi kami mendapat dua laporan mengenai kelinci sumatera dari hutan daratan rendah."

Pada 1997 misalkan, kelinci belang sumatera kelihatan di hutan daratan rendah di luar Pemerihan, Lampung. Begitupun tahun 2011, satu photo pribadi direkam dengan kamera jebak di hutan daratan rendah primer, di ketinggian 544 mtr. di Ipuh, Propinsi Bengkulu.

Habitat, Populasi, dan Teror

Kelinci Belang Sumatera (Nesolagus netscheri) sebagai binatang epidemik Sumatera. Komunitasnya ialah hutan-hutan tropis di sejumlah gunung di pulau Sumatera seperti Gunung Kerinci, Gunung Barisan, dan Gunung Leuser. Binatang ini menempati teritori di ketinggian di antara 600-1600 mtr. dpl.

Populasi sampai Nesolagus netscheri sekarang ini tidak dikenali dengan tentu tetapi diperhitungkan keras langka di habitat aslinya. Kemunculan langsung (dengan mata telanjang) akhir kali di tahun 1972. Kemudian baru teramati 2x di tahun 2000 dan 2007 itu juga lewat kamera pengaman (kamera trap) yang terpasang di daerah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Semenjak tahun 2008, Kelinci Belang Sumatera oleh IUCN Redlist, ditempatkan dalam status pelestarian "Vulnerable" (Rawan) walau pernah didaftarkan sebagai "Critically Endangered" (Krisis) di tahun 1996 dan "Endangered" (Terancam) (1994).

Teror paling besar kemusnahan ras kelinci asli Indonesia ini datang dari rusaknya hutan sebagai habitat alami yang banyak dibuka jadi tempat pertanian, khususnya teh, kopi dan kakao. Disamping itu seforestasi hutan karena kebakaran hutan.

Akankah kelinci liar asli Indonesia ini jadi sekadar dongeng untuk anak cucu kita?. Cuma kepedulian kitalah yang dapat menjawab.

Kategorisasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mammalia

Ordo: Lagomorpha

Kerabat: Leporidae

Genus: Nesolagus

Spesies: Nesolagus netscheri.

Nama Binomial: Nesolagus netscheri (Schlegel, 1880). Nama Indonesia: Kelinci Sumatera, Kelinci Belang Sumatera, Kelinci Sumatera Telinga Pendek.



0 comments:

Post a Comment